Perekonomian Indonesia Sulit Tumbuh
Perekonomian Indonesia Sulit Tumbuh. Direktur Riset Center of Reform On Economics (Core) Mohammad Faisal
memprediksi perekonomian pada kuartal keempat 2018 tumbuh di kisaran
lima persen.
Menurut dia, hingga akhir tahun ini sulit bagi Indonesia untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi.
’’Sebab, masih ada tekanan dari faktor perang dagang dan perekonomian AS yang membaik. The Fed juga memberikan sinyal masih ada peluang kenaikan suku bunga acuan,’’ ungkap Faisal, Selasa (6/11).
Akibatnya, negara berkembang banyak kehilangan dana asing dari pasar keuangan. Foreign direct investment (FDI) pun tertahan.
Bukan hanya di negara maju, negara berkembang juga banyak yang menaikkan suku bunga acuannya, termasuk Indonesia. Hal itu membuat laju pertumbuhan ekonomi tertahan.
Sebab, setiap bank sentral berupaya menjaga stabilitas perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan.
Faisal menambahkan, optimisme pengusaha pada kuartal keempat menurun. Indeks tendensi bisnis (ITB) pada kuartal keempat diperkirakan 106,45.
Angka itu lebih rendah daripada ITB kuartal ketiga 2018 yang sebesar 108,05.
Menurut Faisal, hal tersebut mencerminkan optimisme pengusaha pada kuartal keempat menurun jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
’’Ada tekanan terhadap nilai tukar yang dirasakan pengusaha sehingga itu diramalkan berpengaruh pada demand (permintaan) barang untuk kuartal keempat,’’ ungkap Faisal.
Namun, konsumen masih optimistis. Sebab, indeks tendensi konsumen (ITK) pada kuartal keempat diperkirakan 103,29.
Angka itu lebih tinggi daripada ITK kuartal ketiga yang sebesar 101,23.
Hal tersebut dipicu indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi yang sejauh ini terkendali.
Dengan begitu, konsumen optimistis bisa membeli barang dengan harga yang stabil pada kuartal keempat ini.
’’Kami lihat memang ada perbedaan dari cara pandang produsen dan konsumen. Semoga saja inflasi masih bisa terkendali sampai akhir tahun sehingga konsumsi rumah tangga mampu mengangkat demand dan pertumbuhan ekonomi jadi tetap menggeliat,’’ ujar Faisal.
Menurut dia, hingga akhir tahun ini sulit bagi Indonesia untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi.
’’Sebab, masih ada tekanan dari faktor perang dagang dan perekonomian AS yang membaik. The Fed juga memberikan sinyal masih ada peluang kenaikan suku bunga acuan,’’ ungkap Faisal, Selasa (6/11).
Akibatnya, negara berkembang banyak kehilangan dana asing dari pasar keuangan. Foreign direct investment (FDI) pun tertahan.
Bukan hanya di negara maju, negara berkembang juga banyak yang menaikkan suku bunga acuannya, termasuk Indonesia. Hal itu membuat laju pertumbuhan ekonomi tertahan.
Sebab, setiap bank sentral berupaya menjaga stabilitas perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan.
Faisal menambahkan, optimisme pengusaha pada kuartal keempat menurun. Indeks tendensi bisnis (ITB) pada kuartal keempat diperkirakan 106,45.
Angka itu lebih rendah daripada ITB kuartal ketiga 2018 yang sebesar 108,05.
Menurut Faisal, hal tersebut mencerminkan optimisme pengusaha pada kuartal keempat menurun jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
’’Ada tekanan terhadap nilai tukar yang dirasakan pengusaha sehingga itu diramalkan berpengaruh pada demand (permintaan) barang untuk kuartal keempat,’’ ungkap Faisal.
Namun, konsumen masih optimistis. Sebab, indeks tendensi konsumen (ITK) pada kuartal keempat diperkirakan 103,29.
Angka itu lebih tinggi daripada ITK kuartal ketiga yang sebesar 101,23.
Hal tersebut dipicu indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi yang sejauh ini terkendali.
Dengan begitu, konsumen optimistis bisa membeli barang dengan harga yang stabil pada kuartal keempat ini.
’’Kami lihat memang ada perbedaan dari cara pandang produsen dan konsumen. Semoga saja inflasi masih bisa terkendali sampai akhir tahun sehingga konsumsi rumah tangga mampu mengangkat demand dan pertumbuhan ekonomi jadi tetap menggeliat,’’ ujar Faisal.
Comments
Post a Comment